Legislator Sebut Qanun Dapat Dijadikan Referensi Penyusunan RUU Larangan Minol

14-12-2022 / BADAN LEGISLASI
Anggota Badan Legislasi DPR RI Desy Ratnasari saat pertemuan dengan Gubernur Provinsi Aceh yang diwakili Asisten 1 Gubernur Aceh beserta jajaran Forkopimda Aceh. Foto: Kiki/nr

 

Kebijakan Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dapat dijadikan referensi substansi pada penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol. Demikian kata Anggota Badan Legislasi DPR RI Desy Ratnasari seusai Badan Legislasi DPR menggelar pertemuan dengan Gubernur Provinsi Aceh yang diwakili Asisten 1 Gubernur Aceh beserta jajaran Forkopimda Aceh.

 

Desy menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh sudah memiliki Peraturan Daerah yang disebut dengan Qanun yang menerapkan syariat Islam. “Aceh sendiri sudah memiliki infrastruktur yang mendukung, adanya pelarangan peredaran ataupun penggunaan minuman beralkohol,” Kata Desy di Kantor Pemda Provinsi Aceh, Selasa (13/12/2022).

 

Setelah Desy mendengarkan masukan dari mitra yang hadir pada pertemuan tersebut, konteks rehabilitasi bagi mereka (pelanggar) yang berulang kali tertangkap karena kasus alkohol, menurut Desy perlu dimasukan pada substansi RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. 

 

“Nah tentu yang ingin kita ketahui apakah juga pemerintah Aceh telah menerapkan sebuah konteks rehabilitasi bagi mereka yang berulang, berulang maksudnya alcoholic gitu, walaupun sudah dihukum cambuk misalnya, tetapi mereka tetap  mengulang perbuatan tersebut, walaupun diberikan variasi hukuman yang lebih berat, mereka tetap juga dalam konteks alcoholic-nya dan tentu ini konteks rehabilitasinya harus ada pada RUU Minol,” kata Desy.

 

Karena menurut Desy tujuan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, peraturannya tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi bersifat psikologis. Oleh sebab itu konteks rehabilitasi penting dimasukkan ke dalam RUU untuk memberbaiki rohani seseorang pecandu alkohol. 

 

“Konteks rehabilitasi penting dimasukan dalam substansi RUU Minol, bahwa terkadang orang memanfaatkan minuman beralkohol ini sebagai sebuah pelarian, dalam konteks psikologis misalnya ya, menjadi sebuah kebutuhan yang sesungguhnya bukan kebutuhan terhadap minumannya, tetapi ada masalah dalam relasinya, dalam psikologisnya, sehingga dia memilih meminum minuman beralkohol,” sebutnya.

 

Desy berharap RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dapat segera disahkan setelah sekian lama terkatung-katung dalam proses pembahasannya. “Sehingga yang dihasilkan melalui substansi RUU Minol bisa menjadi subtansi implementatif yang bermanfaat bagi masyarakat, dalam konteks perlindungan, dalam konteks memberikan kebebasan yang terbatas, dalam konteks menghargai yang juga keunikan-keunikan daerah dan kebutuhan-kebutuhan daerah di masyarakat kita tinggal,” tutup Desy. (qq/aha)

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...